Sabtu, 28 Oktober 2017

Antisipasi Modus Penipuan dengan Etika Sosial

Saat ini banyak sekali tindakan kejahatan maupun penipuan dengan berbagai modus. Untuk memenuhi tuntutan zaman dan kebutuhan banyak pihak yang tidak bertanggung jawab rela melakukan apapun demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.Sebut saja materi berupa uang. Ada yang rela berpura - pura pincang, buta dan bahkan hingga menyewakan bayi mereka sendiri untuk menghasilkan rupiah. Hal demikian sepertinya bukan hal yang tabuh lagi , mengingat saya pernah melakukan wawancara dengan beberapa anak jalanan dan warga disekitar pelabuhan x yang notabene mereka memang mendapatkan uang dengan cara demikian. Ironis memang..
Namun kali ini yang ingin saya bagikan adalah pengalaman saya , tepatnya dua hari yang lalu 26 Oktober 2017. Ujian tengah semester baru saja selesai dilakukan , alhamdulilah ada sisa satu minggu untuk bisa pulang bertemu orangtua. Saya berangkat dari Pelabuhan Kamal Bangkalan pukul 15.00 sore hari dengan harapan akan sampai di Terminal Bungurasih tepat pada pukul 19.00 WIB, namun ternyata perkiraan itu meleset ternyata tidak terjadi keterlambatan kapal laut maupun jalanan yang macet , akhirnya bus yang saya naiki sampai di Terminal Bungurasih pukul 18.00 atau tepatnya maghrib.
Tidak seperti biasanya memang , kala itu saya memang memutuskan untuk pulang menuju Sidoarjo sendiri yang biasanya saya selalu bareng atau nebeng teman yang dari Sepanjang, Gresik atau Mojokerto. Alih - alih tidak ingin bergantung dengan orang lain saya memutuskan untuk pulang sendiri dengan membuat janji dengan adik saya agar menjemput saya di terminal , tetapi adik saya memang sudah mengatakan akan menjemput saya pukul 19.00 WIB , itu artinya saya harus menunggu satu jam terlebih dahulu , saya memutuskan untuk menunggu di Mushola yang ada di sekitar. Mushola lumayan sepi karena sholat maghrib telah selesai dilakukan. Karena perjalansn yang cukup melelahkan tanpa pikir panjang saya pun langsung mengambil posisi duduk di lantai dengan menyenderkan tubuh di tembok mushola, saya juga mengetahui disebelah saya ada lelaki seumuran alm. bapak saya , namun saya juga tidak menyangka dengan cepat lelaki itu mengajak saya berbincang - bincang , mulai dari yang awalnya perbincangan ringan hingga akhirnya ia menceritakan mengapa ia bisa sampai di Terminal dan duduk di mushola. Ia bercerita bahwa ia seorang kuli bangunan yang baru saja mengalami miss comunication dengan mandor proyeknya , ia mengaku semalam ditelepon untuk datang ke basecamp kerja ( sebut saja demikian) karena katanya ada pekerjaan , begitu sampai sana katanya sang mandor tidak ada begitu pun basecamp kerja yang tidak ada orang. Ia menceritakan hal demikian kepada saya dengan mata berkaca - kaca , ia mengaku berjalan kaki dari basecamp tempatnya tadi hingga ke terminal selama tiga jam karena tidak memiliki cukup uang untuk naik kendaraan umum ia juga bingung bagaimana caranya untuk pulang. Oh.. ya satu hal , dia sempat bertanya asal saya , sontak pertanyaan itu di awal juga saya jawab apa adanya sesuai alamat saya , entah kebetulan atau bagaimana bapak tersebut juga mengatakan berasal dari daerah yang sama dengan saya hanya saja berbeda kecamatan.
Mendengar ceritanya hati saya sebenarnya memang sudah terketuk, saya kasihan karena pada saat yang sama saya juga teringat ayah saya pula. Spontan bapak itu mengatakan dengan muka iba agar saya bisa meminjami uang agar ia bisa pulang, hati saya yang sudah terketuk lebih dulu langsung mengambil uang dari dalam tas sebesar 50.000 saya berikan. Tanpa ucapan terima kasih bapak tersebut langsung menerimanya dengan buru - buru memasukkannya ke dalam saku celananya. Saya yang belum dijemput sontak mengajukan permohonan agar bapak tsb tinggal di mushola terlebih dahulu sebelum saya dijemput oleh adik saya, karena memang saya tidak membawa uang lebih selain yang saya berikan.
Bukan bermaksud tidak ikhlas, atau mengungkit jumlah nominal uangnya , sebenarnya pengalaman ini ingin saya bagikan setelah saya menceritakannya kepada adik saya , ternyata ia juga pernah mengalami hal yang sama hanya bedanya pelakunya adalah seorang ibu - ibu.
Tidak ada yang aneh memang , saya pun juga tidak menaruh kecurigaan apapun terhadap sang bapak, semuanya berjalan apa adanya terlebih ia juga banyak bercerita tentang kehidupan keluarganya dan kehidupan masa mudanya yang delapan tahun berada di pondok pesantren , berbagai petuah juga diberikan kepada saya selama perbincangan, saya juga menyaksikan sendiri ketaatannya yang dengan sigap mendengar adzan isyak buru - buru mengambil air wudhu.
Tidak ingin berburuk sangka , namun kita juga tahu bahwa sekian lama kita hidup dengan masyarakat dengan segala aturan nilai dan norma sosialnya , saya berharap agar dugaan saya sepenuhnya salah terhadap bapak tadi. Namun etika sosial sepertinya juga berbicara lain , saya sama sekali tidak menerima ucapan terimakasih satu kali pun, berjabat tangan atau melihat bapak tadi membawa barang bawaan layaknya orang bepergian , dalam berbagai berpincangan selama menunggu adik saya juga mengamati walaupun bukan orang yang hidup zaman sekarang namun bapak tadi begitu akrab dengan istilah - istilah saat ini , seperti otw ( on the way) yang bahkan saya pun ragu mengatakannya , selain itu ia juga sepertinya sudah akrab dengan media komunikasi via wattsap , itu terlihat ketika dalam obrolannya menyuruh saya menghubungi adik saya melalui via wattsap hal ini berbanding terbalik ketika saya menanyakan apakah bapak pergi ke surabaya tidak membawa handphone , ia menjawab tidak karena keterbatasan teknologi yang ia kuasai sudah dikalahkan oleh anak-anaknya.

Pengalaman ini saya bagikan bukan untuk membatasi seseorang dalam melakukan kebaikan dengan menolong orang lain , namun semata - mata karena saya tidak ingin orang lain menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rupiah termasuk juga dengan memanfaatkan sisi kemanusiaan kita. Jikalau ini menjadi modus penipuan baru semoga kita bisa lebih pandai menyikapi, namun jika bukan maka cukuplah saya yang salah menilai.
Terimakasih semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Fine Day

.........(akan sangat sedih untuk sekarang) Gadis itu masih sibuk menarikan jarinya di atas layar ponselnya. Hari menunjukkan pukul delapan...