Rabu, 24 Juli 2019

One Fine Day

.........(akan sangat sedih untuk sekarang)
Gadis itu masih sibuk menarikan jarinya di atas layar ponselnya. Hari menunjukkan pukul delapan pagi, Faya belum beranjak dari tempat favoritnya. Disamping kanan dan kirinya masih berserakan bantal, guling dan selimut yang menunggu untuk ia kembalikan di habitatnya yang rapi. Ah, itu mungkin angan-angan yang terlalu jauh. Jari-jari dan matanya masih fokus menari di atas layar ponsel, ia masih sibuk menghubungi satu per satu spesies manusia yang mau mengantarkannya ke sebuah mall. Ya, mungkin ia  tidak akan bangun dari istananya sebelum berhasil menemukan orang baik itu. Apalagi hari ini hari minggu, tidak akan mandi sebelum ada acara keluar sepertinya sudah biasa bagi seorang pemalas.
  "Yes!" Gumam Faya mengepalkan tangannya.
"Kenapa?" Tanya Lani spontan yang sedang mengaca di lemari.
Sepertinya ia berhasil menemukan orang itu tepat pukul setengah sebelas. Bagai maling yang dikejar orang sekampung  segera ia lari dengan cepat kilat bangun  dan langsung mengambil baju yang menurutnya cocok. Tepatnya baju yang masih terlihat licin, sehingga ia tidak butuh waktu lama untuk menyetrikanya. Ia akan pergi ke suatu tempat. Disana akan ada acara promosi film dari artis idolanya. Sejak malam Faya sudah gusar memikirkan apa yang akan terjadi pagi ini. Apakah ia bisa bertemu idolanya. Melihat saja mungkin sudah sangat senang. Faya sejak dulu memang seorang yang fanatik dengan dunia hiburan, hampir semua judul film Indonesia sudah pernah ia lihat. Dan ketertarikan pada seorang aktor bernama Jefri Nichol baru dialaminya sejak akhir 2017 lalu. Sejak melihat film pertamanya Faya merasa Jefri punya sorot mata yang tajam yang membuat karismanya semakin kuat selain ketampanannya.
Mbak, sudah siap belum. Aku tunggu di pertigaan masjid ya?
Faya Natalia
Ia mengetik pesan itu kepada Citra, teman satu kelasnya yang tinggal di asrama mahasiswa. Setelah gagal menghubungi puluhan kontak nomor di ponselnya hanya Citra lah yang hari itu bersedia mengantarkannya, meskipun harus dengan iming-iming uang transport. Hal seperti itu bukanlah masalah besar bagi Faya disaat kepepet seperti ini. Bukan karena dia sedang banyak uang atau tabungan tapi karena ia begitu jenuh berada di kos-kosan, menatap buku, jurnal dan laptop. Namun lebih daripada itu keinginannya yang kuat untuk bertemu Jefri sudah tidak dapat ia bendung. Sekitar empat bulan lalu ada acara promosi film dari Jefri Nichol  di kotanya, namun sedikit keberuntungan baginya karena ia mendapat kabar jika Jefri tidak bisa hadir dalam acara tersebut, hanya sang pemeran wanitanya saja. Jika Jefri datang pada saat itu mungkin ia sudah sangat menyesal karena tidak bisa melihatnya. Sejak hari itu ia berpikir mungkin keberuntungan tidak akan datang dua kali. Dan dia tidak boleh melewatkan hari ini.
Hampir lima belas menit pesan yang dikirimkannya kepada Citra belum mendapat balasan.  Menjadi seorang Faya sangat merepotkan, ia adalah seorang penakut yang tidak berani naik sepeda motor sendiri. Alih-alih berangkat naik kendaraan umum sendiri Faya juga tidak seberani itu apalagi tempat yang ia tuju juga baru pertama kali ingin didatanginya.
Aku sudah menghubungi ojek online kampus tapi belum ada balasan Fay, aku belum bisa kepertigaan.
Citra Maulidiya
Terbelalak ia membaca pesan dari Citra tersebut. Bingung, gusar dan air mata sudah membasahi pipinya. Pikiran negatif sudah menghantuinya, hari ini pasti akan gagal. Air mata terus mengalir di pipinya hingga membuat riasan bedaknya luntur sudah. Waktu semakin berjalan ia terus mengerutu pada dirinya sendiri, dan pada Citra dalam hatinya. Kenapa ia tidak mau berusaha berjalan kaki seperti yang ia biasa lakukan ketika sedang kuliah? Kenapa ia harus menunggu ojek online kampus?
Tanpa pikir panjang, ia langsung mengarahkan jemarinya untuk menelpon ojek online kampus.
Saya sudah balas pesan dia sejak tadi kalo saya sedang ada acara jadi saya lagi offline.
Tukang Ojek Kampus
Air mata semakin deras mengucur di pipinya. Berkali-kali pula ia coba mengusapnya agar bedaknya tidak sepenuhnya hilang. Ia begitu benci situasi seperti ini, kenapa harus ada makhluk-mahkluk tidak konsisten yang harus membuka usaha. Dalam hati ia begitu memaki tukang ojek kampus itu. Seharusnya ia konsisten dalam membuka bisnis.
"Kok belum berangkat?" Tanya Lani yang tiba-tiba masuk kamar setelah meninggalkan acara televisinya.
"Gak tau tu pada ribet temen-temen aku" Jawab Faya ketus.
"Emang temen-temen kamu kan semuanya hoax."Jawab Lani sambil terkekeh mengoda Faya.
Semakin kesal saja Faya mendengar ucapan Lani. Begitu Lani keluar kamar ia membekapkan wajahnya ke dalam bantal dan sudah pasrah jika hari ini pasti akan gagal. Ponsel yang sejak tadi ia charger juga tidak kunjung menambah isi baterainya. Bagaimana jika nanti dia benar bertemu Jefri dan gagal mengabadikan wajahnya. Sepertinya hari ini memang bukan harinya untuk bisa melupakan buku, jurnal dan laptop. Skripsi terlalu ringan untuk dilupakan.
Aku sudah ada di pertigaan masjid Faya.
Citra Maulidiya.
Kaget ia membaca satu pesan masuk dari Citra tersebut. Bagaimana mungkin ia bisa secepat itu datang. Ah, sudahlah itu tidak penting. Yang penting adalah hari ini ia tidak boleh gagal.
"Kita nanti naik apa Fa?" Tanya Citra begitu Faya mendekatinya.
"Aku juga tidak tahu mbak" Jawab Faya benar-benar tidak tahu.
"Ya sudah nanti kita naik ojek online saja ya Fa setelah turun dari kapal" tawar Citra.
Entah ini keputusan yang tepat atau tidak ia mengajak Citra. Seharusnya Faya mengajak orang yang tidak hanya bermodalkan berani saja. Ini seperti perpaduan kopi, gula dan susu yang sempurna. Faya dan Citra sama-sama gadis polos yang jarang keluar rumah apalagi bepergian jauh. Faya dan Citra juga sama-sama tidak bisa naik sepeda motor. Dan yang terakhir Faya dan Citra bukanlah orang yang hafal jalanan kota karena memang tidak pernah pergi sendirian. Mungkin hanya satu yang membedakan mereka, Citra jauh lebih pemberani dibandingkan Faya.
Setelah turun dari kapal di Pelabuhan, keduanya berjalan mencari tempat yang teduh untuk minum air putih yang sudah ia bawa. Bagi Faya air putih adalah minuman yang wajib ia bawa ketika akan menghadiri acara promosi film. Pernah sekali ia menghadiri acara yang sama dari aktor yang berbeda, berdesak-desakan, berdiri cukup lama dan berteriak-teriak membuatnya dehidrasi dan hampir mau pingsan. Ini mungkin sesuatu yang aneh, apa yang dicari Faya dengan berdesak-desakan? Jika boleh memilih ia akan tetap memilih hal tersebut bila dibandingkan jalan-jalan ke pantai. Disana ia akan berteriak sekencang-kencangnya, meluapkan emosi kepada orang yang sama sekali tidak memiliki keterikatan batin dengannya. Dikerumunan massa tersebut orang akan melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan dan ini sangat menyenangkan baginya.
 "Mending kita pesan ojek onlinenya sekalian disini aja Mbak?" Pinta Faya yang terlanjur dalam posisi nyaman.
"Ya sudah" Jawab Citra menurut.
Faya memang biasa memanggil Citra dengan sebutan Mbak. Karena menurut Faya Citra adalah orang yang lebih dewasa darinya. Dari segi usia keduanya memang sama, tapi dari segi kedewasan bisa dibilang Citra lebih dewasa dari Faya. Menurut Faya, Citra adalah orang yang apa adanya, dalam hal apapun terutama dalam hal berpenampilan, tidak neko-neko dan tidak berusaha mengikuti trend. Citra juga adalah satu-satunya teman sekelas yang masih bertahan tinggal di asrama mahasiswa dengan segala peraturannya. Menurut Faya ia tetap bertahan tinggal di asrama adalah karena kedewasaannya. Banyak dari mahasiswa lain yang memilih keluar dari asrama karena tidak tahan dengan peraturan asrama, mereka kebanyakan mengaku tidak bebas beraktivitas di luar asrama karena selalu dibatasi oleh waktu.
"Itu kayaknya orangnya" Celetuk Citra mengarahkan pandangan matanya ke arah sepeda motor dengan pengendara berhelm hijau.
Benar saja itu adalah ojek online yang sudah Citra pesan. Begitu datang orangnya langsung berhenti di depan keduanya dan memastikan nama yang pemesan adalah Citra. Citra memesan dua ojek online, keduanya menggunakan akunnya karena Faya tidak memiliki aplikasi ojek online. Jadi hari ini adalah kali pertama bagi Faya naik ojek online. Hampir sepuluh menit keduanya menengok kanan dan kiri namun ojek online kedua untuk Faya belum menampakkan dirinya.
"Kita tunggu disana saja Mbak" Pinta Bapak ojek online pertama.
Keduanya menganggukan kepala tanda menyetujui permintaan sang bapak ojek online. Keduanya lantas mengikuti sepeda motor bapak ojek online yang melaju lebih dulu, sementara Faya dan Citra mengekor dibelakangnya. Keduanya berjalan tidak bersampingan, Faya terlihat lebih dulu dibandingkan Citra karena Citra masih asyik dengan ponselnya, mungkin Citra ingin memberitahukan kepada bapak ojek online yang kedua mengenai lokasi tempat mereka menunggu.
Faya berjalan sambil menunduk di trotoar jalan menahan sinar matahari yang begitu terik siang itu. Meskipun begitu ia sadar betul jika dari samping trotoar tepatnya di aspal ada lelaki yang mulai mengikutinya. Lelaki itu berbaju merah, kira-kira seumuran bapak-bapak dengan dua anak, tampak sambil mengendarai sepeda motor yang sengaja ia pelankan lajunya sambil berusaha mengajak berbincang dengan Faya.
"Mau kemana Mbak?" Tanya lelaki berbaju merah tersebut mengikuti Faya berjalan.
"Mau ke mall di daerah sana Pak" Jawab Faya pelan.
"Naik apa Mbak?" Tanyanya lagi.
"Itu Pak naik ojek online" Jawab Faya memandang lelaki tersebut.
Mendengar jawaban Faya tersebut, lelaki itu mengencangkan laju motornya dan meninggalkan Faya. Lelaki itu seolah sudah menemukan jawaban yang ia cari.
"Hei! Orang mana kamu!" Teriak lelaki berbaju merah tersebut pada ojek online.
"Berani-beraninya mangkal disini!" Lanjutnya.
"Hei! Kamu Mbak sengaja ya kamu membuat saya dan tukang ojek online itu berantem!" Tanyanya marah pada Faya sambil menunju-nunjuk Faya.
Mendengar tuduhan lelaki berbaju merah tersebut yang secara spontan dilayangkan padanya membuat Faya begitu kaget dan ketakutan. Begitupun dengan Citra yang berada disampingnya ia menggerutu bingung pada Faya, kebingungan yang seolah juga menyiratkan ketakutan.
Lelaki berbaju merah yang masih duduk di sepeda motornya itu kini dihampiri oleh satu kawan laki-lakinya yang berprofesi sama sebagai tukang ojek konvensional. Lelaki berbaju merah masih belum puas memarahi Faya dan Citra karena mereka memesan ojek online di kawasan ojek konvensional.
"Jangan macam-macam kamu Mbak!" Ancam lelaki berbaju merah tersebut.
"Berapa sih sebenarnya naik ojek online! Ayoh sini saya antar!" Tambahnya yang belum puas memaki.
Cacian-cacian yang dilontarkan lelaki berbaju merah tersebut hanya bisa membuat Faya dan Citra mematung kebingungan. Keduanya saling senggol menyenggol karena tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Faya dan Citra benar-benar tidak tahu jika itu adalah kawasan ojek konvensional, disana tidak ada tulisan, spanduk atau apapun yang menunjukkan itu adalah kawasan ojek konvensional. Begitu pun sang ojek online juga tidak memberitahu  sebelumnya ketika ia akan  datang menjemput di lokasi. Faya dan Citra juga tidak menyangka jika lelaki berbaju merah tersebut akan semarah ini padanya. Pasalnya lelaki yang sejak tadi mengikutinya sambil bertanya-tanya tersebut sama sekali tidak ada tanda-tanda ia akan marah. Hal tersebut membuat Faya juga menganggap lelaki yang mengikutinya tersebut hanyalah orang yang sengaja bertanya karena melihat Faya dan Citra berjalan kaki. Faya juga tidak menaruh pikiran apapun mengenai profesi lelaki berbaju merah tersebut yang ternyata adalah tukang ojek konvensional.
"Maaf Pak, maaf Pak, saya tidak tahu" Ucap Faya dengan wajah panik..
 “Awas ya! Batalkan pesanannya! Atau saya akan ikuti kalian, awas jika kalian masih naik ojek online!" Ancam lelaki berbaju merah tersebut.
Faya dan Citra semakin bingung. Ia tidak ingin bertengkar dengan lelaki berbaju merah tersebut. Kawan lelaki berbaju merah tersebut tampak lebih bisa sabar dan hanya menawari kami agar mau diantar dengan ojek konvensional. Faya dan Citra semakin bingung. Apalagi ojek online yang dipesannya juga sudah kabur. Waktu semakin berjalan dan ia masih dirundung kebingungan. Dengan suara bergetar dan ragu Faya memutuskan untuk tidak naik ojek konvensional maupun ojek online. Faya tidak ingin naik ojek konvensional lelaki yang sedang disulut api emosi tersebut.
"Iya Pak saya batalkan, saya nanti minta antar jemput teman saya saja" Ucap Faya menahan rasa gugup di hatinya.
` Mendengar ucapan Faya tersebut kedua lelaki tersebut pergi meninggalkan Faya dan Citra masih dengan tatapan nanar lelaki berbaju merah tersebut. Melihat keduanya pergi Faya dan Citra juga tidak mau membuang waktu untuk terus berada di tempat tersebut. Keduanya memutuskan untuk berjalan kaki memburu waktu untuk bertemu artis idoalnya, meskipun dengan hati yang jengkel karena harus terlebih dulu mendengarkan makian-makian atas kesalahan yang menurutnya sama sekali tidak perlu diperdebatkan karena setiap orang punya pilihan masing-masing. Termasuk pilihan mengidolakan siapa.
Waktu rupanya masih berpihak kepada Faya. Mereka sampai di lokasi promosi film tersebut tepat satu jam sebelum acara dimulai. Mereka terlebih dahulu menuju musholla untuk menunaikkan kewajiban mereka beribadah kepada sang Tuhan, berterimakasih karena masih diberikan keselamatan atas kecerobohannya sebagai manusia.


Semangat Nichol !







One Fine Day

.........(akan sangat sedih untuk sekarang) Gadis itu masih sibuk menarikan jarinya di atas layar ponselnya. Hari menunjukkan pukul delapan...